Islam Nusantara dan Sastra Budaya Arab

October 02, 2018
Islam Nusantara adalah term yang sebenarnya sudah lama muncul di Indonesia. Namun, kembali hangat dibincangkan oleh publik setelah muktamar NU ke-33 di Jombang. Tema utama yang di usung adalah Islam Nusantara. Islam yang merujuk pada tatanan kearifan lokal yang bersumber dari Islam. 

Sejarah perkembangan islam di Nusantara kiranya wajib kita telaah kembali. Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia sekaligus negara yang sangat beragam dengan banyaknya perbedaan bahasa dan adat kebiasaan. 

Hingga saat ini, negara Indonesia menjadi rujukan bangsa - bangsa lain karena mampu menyeleraskan Islam dengan kearifan lokal. Inilah mengapa Islam mampu menjadi agama terbesar di Indonesia dan infiltrasinya tanpa menggunakan pedang walaupun sebelum hadirnya Islam, Indonesia telah menganut agama Hindu, Budha dan aliran kepercayaan lainnya.

Semakin gencarnya tuduhan sesat pada pembela Islam Nusantara, terjadi karena kesalah fahaman mereka terhadap makna dan konteks Islam nusantara yang diusung oleh NU. Oleh karenanya, penulis akan sengaja menuliskan pengertian Islam Nusantara yang bersumber dari beberapa ulama dunia. 

Maulidan adalah tradisi islam di nusantara
sumber : kalamulama.com

Sastra Pra Islam


Islam hadir di dunia ini bukan ketika dunia ini berada dalam hampa budaya. Budaya - budaya telah ada bahkan sebelum Nabi Muhammad di turunkan ke bumi ini untuk memberikan risalah baru. Oleh sebab itu, Islam tidak serta merta merubah tatanan budaya arab kala itu. 

Salah satu contohnya adalah syair dan kesuastraan arab. Arab pada saat masuknya Islam, dikenal memiliki kebiasaan berpuisi. Bahkan, penyair pada masa itu biasa berkumpul di beberapa pasar seperti pasar Ukaz, Majinnah, dan Zul Majas. Hanya saja pada saat itu, syair justru digunakan sebagai alat untuk memuji suku, kebencian terhadap suku lain atau tentang kecintaan pada sesuatu. 

Menurut Ismail Al-Faruqi, sastra pada saat itu berkutat pada dua tema utama yaitu hedonisme dan romantisme. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi arab pra islam yang suka berperang. Karena tingginya minat bangsa arab pada syair, hasil karya syair yang terkenal di gantungkan di dinding Ka'bah, karya - karya tersebut kemudian disebut dengan al-Muallaqad. Selain disebut Al- Muallaqad, karya - karya besar tersebut disebut juga dengan istilah al-Muzahabah. 

Dalam suatu hadits terdapat pelarang soal hadits seperti : 

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ أَحَدِكُمْ قَيْحًا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا

“Dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Lambung seseorang penuh dengan nanah lebih baik daripada penuh dengan syair“.

Ini adalah dasar pertama sebagian kalangan yang mengharamkan syair. Namun, bila di telaah lebih jauh, asbab al wurud hadits ini sebenarnya karena adanya seorang penyair yang menuduh nabi sebagai Syaitan. Bahkan karena tuduhan dalam sya;ir, di dalam al qur'an dijelaskan 

وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ
Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.” (Q.S. al-Syu’ara’ : 224)


Islam Nusantara dan Sastra Arab


Setelah Islam sepenuhnya masuk ke Arab. Syair tidak serta merta dihilangkan. Kebiasaan bersyair bahkan masih tetap ada. Di sebutkan dalam beberapa hadis

عَنْ عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَدِفْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ هَلْ مَعَكَ مِنْ شِعْرِ أُمَيَّةَ بْنِ أَبِي الصَّلْتِ شَيْءٌ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ هِيهْ فَأَنْشَدْتُهُ بَيْتًا فَقَالَ هِيهْ ثُمَّ أَنْشَدْتُهُ بَيْتًا فَقَالَ هِيهْ حَتَّى أَنْشَدْتُهُ مِائَةَ بَيْتٍ.
Artinya:
Dari Amru bin al-Syarid dari Ayahnya ia berkata : ‘suatu ketika aku bersama Rasulullah Saw kemudian beliau berkata: “Apakah kamu mengetahui beberapa (bait) dari syair karya Umayyah bin ash-Shalt?”, aku menjawab : ‘ya’, beliau berkata: “lantunkanlah!”, kemudian aku melantunkan satu bait, beliau berkata: “lanjutkan” kemudain aku melantunkan satu bait, beliau berkata: “lanjutkan” hingga aku melantunkan 100 bait (syair)

Syair tidak serta merta dilarang sebagai suatu amalan yang haram. Hukum Syair sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi adalah boleh selama tidak melalaikan diri dari membaca Al - Qur'an. Selain itu, isi dari syair tidak boleh berisi materi yang dilarang oleh agama. 

Dalam Sahih Bukhari dijelaskan bab khusus tentang Syair. Kesimpulan akhirnya, syair hanya boleh disusun dan dibacakan dengan tata aturan dan kaidah islam. Jika untuk tujuan kebaikan, maka boleh dibacakan. Nabi Muhammad sendiri pernah membaca beberapa potong syair Ruwahah pada saat perang Khandaq. Tujuan pembacaan syair tersebut untuk menambah semangat pejuang.

Maulidan Adalah Tradisi Islam di Nusantara


Terdapat beberapa tradisi islam yang merupakan hasil dari akulturasi budaya. Salah satunya adalah syair. Pembacaan maulid sebenarnya merupakan warisan budaya arab yang terbiasa mengagungkan kecintaan lewat syair. 

Muncul kemudian beberapa bacaan maulid maupun qoshidah seperti Maulid Barzanji, Ad-dibai, Simtud Duror, Syaroful Anam dan karya agung Al Busyiri berjudul Qosidah Burdah

Di Indonesia, tradisi pembacaan maulidan sudah menjadi amalan rutin ketika hari lahir nabi Muhammad. Selain itu, maulidan pun menjadi sarana untuk mengingat kisah nabi agar bertambah kecintaan nabi. Selain syair, Maulidan, sholawatan, tahlilan adalah tradisi islam di nusantara yang juga merupakan bentuk metode dakwah yang mengakulturasi budaya dan agama islam.

Maulidan yang di dalamnya dibacakan pembacaan syair cinta untuk nabi Muhammad sudah menggenjalan di tanah nusantara. Ini adalah tradisi islam di Nusantara. Warisan budaya yang disesuaikan dengan aturan Islam. 



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »